Friday, July 31, 2015

kliping tentang aneka kerajinan ragam hias tekstil Indonesia.

Tugas pku : membuat kliping tentang aneka kerajinan ragam hias tekstil Indonesia.
http://smktunasharapanpati.sch.id/ppdbtunas/images/logo%20tunas%20warna.png
Nama :
·         Ferry Maulana Kurniawan (14)


SMK TUNAS HARAPAN PATI 2015/2016


1.)    Ragam hias flora
Motif hias ini berdasarkan pada tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar. Bentuknya ada yang berupa akar, daun, bunga, biji, tunas, buah, ranting, atau pohonnya. Contohnya adalah motif hias bunga teratai yang dalam ajaran Buddha berhubungan dengan simbol kelahiran. Contoh yang lain adalah motif hias pohon kehidupan (kalpataru) yang diterapkan pada gunungan wayang. Nilai simbolik yang terdapat pada pohon tersebut adalah dunia tempat tinggal manusia saat ini yang dibagi menjadi dunia atas tempat para dewa bertahta dan dunia bawah tempat mahluk biasa tinggal.
Contoh
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/imggalery/1585.jpg
Asal daerah Tasikmalaya, jawa barat.
Asal daerah Madura.
Asal daerah Garut.


2.)    Ragam hias fauna
Fauna atau satwa menjadi dasar terbentuknya motif hias ini. Satwa darat, air atau yang hidup di udara dan bahkan ada pula satwa khayal dibuat sebagai motif hias. Kadal, kerbau, belalang, ikan, ular, kuda, singa, gajah, burung, rusa, dan mahluk ajaib naga atau makara (ikan berbelalai) adalah beberapa satwa yang sering dijadikan motif hias. Nilai simbolik tampak pada seekor satwa berkenaan dengan alam kehidupan. Sebagai contoh ular mewakili dunia bawah atau air yang bermakna sebagai pembawa jenazah mendiang untuk menyeberang dan burung dianggap mewakili dunia atas yang membawa arwah ke alam atas.
Contoh
http://satulingkar.com/images/20120424072401P4230322.JPG
Asal daerah Cirebon.
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTG1OeswJ9H_VAc7wmYMRjpMsrdO6YQeTbSbEeQwnto4UDq5ZWw
Asal daerah Garut.
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQoCiw9ZqzoEcwQIDsSlTo3ot_ApuEL8m0lS4l2L-K2Nk1Gb89t
Asal daerah Solo.
3.)    Ragam hias geometris
Ragam hias geometris merupakan motif hias yang dikembangkan dari bentuk-bentuk geometris dan kemudian digayakan sesuai dengan selera dan imajinasi pembuatnya. Gaya ragam hias geometris dapat dijumpai di seluruh Indonesia, seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Ragam hias geometris dapat dibuat dengan menggabungkan bentuk-bentuk geometris ke dalam satu motif ragam hias.


Contoh
Asal daerah Pekalongan.
Asal daerah Pekalongan.

Asal daerah Pekalongan.


4.)    Ragam hias dekoratif.
ragam hias yang bersifat arti_sial dan biasanya merupakan penggabungan dari beberapa inspirasi ragam hias pada kelompok yang ada sebelumnya yang dimodi_kasi sehingga menjadi sebuah bentuk ragam hias yang baru dan memiliki nilai estetika tersendiri.
 Contoh
Asal daerah Cirebon.
Asal daerah Riau.

Asal daerah Cirebon.

Artikel kasus ham di Indonesia


 PKN( MENCARI ARTIKEL KASUS HAM DI INDONESIA).
TRAGEDI SEMANGGI


Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka.

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.

Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.

Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.

Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.

Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.

Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.

Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
Pendapat

seharusnya lembaga penegak hukum tidak menembak / membunuh warga sipil, karena itu adalah pelanggran HAM( hak asasi manusia).

artikel Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia



Tugas PKN mencari artikel Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Tragedi Trisakti

Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Seorang mahasiswi tergeletak di jalan setelah pecah bentrokan antara petugas keamanan dan para mahasiswa Universitas Trisakti dalam unjuk keprihatinan di depan Kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Selasa (12/5/1998) petang]] Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada12,Mei,1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju gedung DPR/MPR pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri–militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 17.15 para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada dilokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri,202,.pasukan Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam keadaan kritis serta puluhan lainnya luka.
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada.
Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam.
Inilah sekilas dari apa yang telah terjadi 12 Mei 1998 di Jakarta yang mewakili apa yang terjadi di Indonesia.
Tragedi Trisakti sangat terkenal, disini para mahasiswa menjadi korban akan rezim Soeharto. Dalam penertiban aksi unjuk rasa ini ternyata para aparat keamanan tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Penemuan 4 mayat sebagai korban aksi ini memecah emosi mahasiswa dan masyarakat. Aparat keamanan melanggar hak asasi dari para mahasiswa.
Pelanggaran hak asasi yang tejadi yaitu para pemerintah dan para aparat keamanan merebut hak mereka untuk beraspirasi, menyuarakan pendapat mereka. Para mahasiswa itu menuntut agar Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI, turun dari jabatannya. Mengapa? Ternyata Soeharto menjalankan pemerintahannya secara diktator, hak-hak masyarakat tidak diakui, krisis moneter yang menjadi akibat dari perbuatannya, dan masih banyak keburukan ain dari pemerintahannya.
Yang kedua adalah hak keempat mahasiswa untuk memperoleh pendidikan yang layak juga telah diambil bersama dengan hak hidup mereka. Suatu kekejian yang dilakukan oleh pemrintah melalui aparat keamanan yang ada saat itu.
Mahasiswa yang saat itu hanya ingin menyuarakan aspirasi mereka akan apa yang terjadi di negara mereka dan menyampaikan apa yang menjadi keinginan mereka dan bangsa Indonesia ternyata harus mendapat tindakan “penertiban” dari aparat keamanan. Kekerasan yang terjadi menjadi suatu keprihatinan bangsa, kekecewaan rakyat terhadap respon dan tindakan pemerintah. Katanya Indonesia adalah Negara yang adil dan merdeka, namun apa yang terjadi? Saatgenerasi mudanya ingin mengkritisi negaranya sendiri ternyata mereka dicegah, dipukul, disiksa, kampus mereka dilempari gas air mata, peluru karet ditembakkan, dan tewasnya emapt generasi muda bangsa.
Saat kejadian itu usai, para pejabat dan komnas HAM mengunjungi para korban dan mengatakan akan mengusut kasus ini. Namun ternyata sampai detik ini tidak ada langkah tegas yang diambil pemerintah. Tidak mungkin peperintah melupakan kejadian ini apalagi selalu diperingati tiap tahunnya.





\
PENDAPAT
Pertama, pemerintah melalui Komnas HAM, harus menyelidiki dengan seksama apa yang terjadi saat itu, siapa yang menembaki mahasiswa itu dan mengapa mereka harus ditembaki. Komnas HAM harus segera menuntaskannya agar kepercayaan bangsa Indonesia terhadap pemerintahnya tidak hilang akibat janji-janji kosong mengenai tindakan lanjut dari tragedi di Trisakti. tidak hanya Komnas HAM, pemerintah pun harus mendukung penyelesaian kasus ini, yaitu dengan mendukung Komnas HAM dalam investigasi dengan menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam investigasi. Parapejabat tinggi militer pun harus mendisiplinkan mereka yang saat itu bertugas “menjaga ketertiban massa”, karena ternyata mereka membunuh empat mahasiswa dengan peluru bermesiu, bukan peluru karet. Dan suatu hal yang tidak biasa menertibkan massa dengan peluru karet. Saat penyelidikan usai, giliran lembaga yudikatif kita untuk mengadili dengan adil tiap mereka yang bertanggung jawab akan aksi kekerasan dan penembakan yang terjadi. Jangan sampai keputusan yang diambil tidak sebanding denagn perbuatan mereka. Bila ternyata Komnas HAM dan pemerintah ternyata tidak sanggup melakukan penegakan HAM di Indonesia, masyarakat kita harus meminta lembaga yang lebih tinggi lagi, yaitu PBB, untuk mengambil alih kasus ini sebelum kasus ini kadaluarsa dan ditutup sehingga mengecewakan masyarakat Indonesia. Yang terakhir yang dapat saya uraikan agar menjadi suatu cara untuk mengatasi terulangnya kejadian ini adalah pembenahan akan jiwa pemerintah agar menghargai hak-hak asasi dari warga Indonesia, melalui mengusahakn secara maksimal agar hak mereka untuk hidup dijunjung tinggi, begitu pula hak asasi lain seperti hak mereka untuk memperoleh penghidupan yang layak, perekonomian yang baik, kebebasab individu diakui sesuai nilai Pancasila yangberkembang dalam masyarakat. Maka pemerintah Indonesia harus memperbaiki hidup bangsa ini.


perkenalan dalam bahasa inggris

ENGLISH TASK
Year x
TEACHER : MRS. SHOLEKAH, S.S.


NAME            : FERRY MAULANA KURNIAWAN
CLASS           : X MESIN 2 / NO. 14
SMK TUNAS HARAPAN PATI 2015/2016


Name               : Ferry Maulana Kurniawan
Class                : X Mesin 2
No                   : 14
Hello, Mrs. Sholekah! Let me introduce myself.  My name is Ferry Maulana Kurniawan, you can call me Ferry. I was born in Pati on 7th March 2000. I am 15 years old. I live in Kembang village. My father is a farmer and my mother passed away two years ago. I have two sisters, my big sister is a nurse in Keluarga Sehat Hospital and my little sister is a student of junior high school.
Every day I woke up at 3 am then I running in Kembang Ngipex play ground, after running I pray in mosque near my house. Then I take a bath, at five a clock I eat my breakfast then I prepare to go to school with my big sister. I coming to school by bus. I usually arrived at school at 6.30 am. While waiting the bell ringing I meet my friend.
I like watching boxing, my favorite boxer is Manny Pacquiao because he is a best player and very humble person. Manny Pacquiao came from Filipina, I watching boxing at Sunday at eight a clock I love it. My hobby is fishing. I usually fishing in river near my house. I got milk fish after that I bring it my home and my sister cook it. I love milk fish. I love volleyball too I usually play volleyball in monday, in volleyball near my house.
I studying in SMK TUNAS HARAPAN PATI in class X Mesin 2 after I graduated from JHS 02 TAYU. I love studying in SMK TUNAS HARAPAN PATI because I want to be an engineer because it was my dream.


dalil tentang asmaul husna

Dalil tentang asmaul husna.

 “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia“ (QS. Al-Ikhlas : 1-4))

Dialah Allah, tidak ada Tuhan/Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai asmaa’ul husna (nama-nama yang baik).“ (Q.S. Thaa-Haa : 8)

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru,
Dia mempunyai al asmaa’ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu“ (Q.S Al-Israa’: 110)


Allah memiliki Asmaa’ ulHusna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu…” – (QS. Al-A’raaf : 180)




Thursday, July 23, 2015

SERAT WEDHATAMA DAN ARTINYA

SERAT WEDHATAMA
(Karya :  KGPAA. Mangkunegara IV)
PUPUH I
TEMBANG P A N G K U R
01
Mingkar-mingkuring angkara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ilmu luhung,kang tumrap ing tanah Jawa, agama ageming aji.
Menghindarkan diri dari nafsu serakah, karena ingin mendidik anak, terangkum dalam indahnya nyanyian, dihias penuh warna, agar dihayati intisari ilmu luhur, yang diterapkan di tanah Jawa/Nusantara, agama (adalah) pakaian kehidupan diri.

 Catatan Pengalihbahasa : pada versi lain, kalimat pertama ada yg berbuny“Mingkar-mingkuring UKARA”Bila demikian, maka terjemahannya menjad“Mengolah dan membolak-balik kalimat, karena ingin mendidik anak, ….dst)Melihat keterkaitannya dengan kalimat sesudahnya, nampaknya justru kata UKARA yang benar).
02
Jinejer ing Wedhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi, mangka nadyan tuwa pikun, yen tan mikani rasa, yekti sepi sepa lir sepah asamun, samasane pakumpulan, gonyak-ganyuk nglelingsemi.
Disusun dalam Wedatama, agar tak mengurangi pemahaman hati, padahal meski tua dan pikun/pelupa, bila tak menggunakan rasa, sungguh kosong dan hambar bak ampas buangan, kala dalam perjamuan, salah tingkah memalukan.
03
Nggugu karsane priyangga, nora nganggo peparah lamun angling, lumuh ingaran balilu, uger guru aleman, nanging janma ingkang wus waspadeng semu, sinamun samudana, sesadoning adu manis .
Menuruti kemauan sendiri, tanpa arah dalam bertuturkata, tak mau dikatakan bodoh, sibuk memburu pujian, namun manusia yang telah tahu gelagat, malah merendahkan diri, menanggapi semuanya dengan baik.
04
Si pengung nora nglegewa, sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar angendukur, kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkangipun, si wasis waskitha ngalah, ngalingi marang sipingging.
Si Dungu tak menyadari, kian menjadi dalam membual, kian tinggi bicaranya, ucapannya tak terarah, kian menyombongkan diri, si bijak mengalah, menutupi ulah si Dungu.
05
Mangkono ilmu kang nyata, sanyatane mung we reseping ati,bungah ingaran cubluk, sukeng tyas yen den ina, nora kaya si punggung anggung gumunggung, ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip.
Demikianlah ilmu yang benar, sejatinya hanya menyenangkan hati, suka dianggap bodoh, bergembira bila dihina, tak seperti Si Dungu yang mabuk pujian, ingin dikagumi tiap hari, jangan seperti itu manusia hidup.
06
Uripe sapisan rusak, nora mulur nalare ting saluwir, kadi ta guwa kang sirung,  sinerang ing maruta, gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung, pindha padhane si mudha, prandene paksa kumaki.
Hidup sekali berantakan, nalarnya tak berkembang tercabik-cabik, seperti gua gelap yang angker, diterjang angin, bergemuruh bergema tanpa makna, seperti itulah anak muda kurang ilmu, namun sangat angkuh.
07
Kikisane mung sapala, palayune ngendelken yayah wibi, bangkit tur bangsaning luhur, lah iya ingkang rama, balik sira sarawungan bae durung, mring atining tata krama, nggon-anggon agama suci.
Tekadnya hanya kecil,  segalanya mengandalkan orang-tua, tak mau kalah dan selalu harus di atas, yang luhur karena (golongan) bangsawan, memang karena sang ayah, sedangkan enkau bergaul saja belum, terhadap intinya etika pergaulan, yang ada dalam agama suci.
08
Socaning jiwangganira, jer katara lamun pocapan pasthi, lumuh asor kudu unggul, sumengah sesongaran,yen mangkono kena ingaran katungkul, karem ing reh kaprawiran, nora enak iku kaki.
Sebenarnya kepribadianmu, pasti terlihat saat berbicara, harus unggul tak mau kalah, tinggi hati dan merendahkan, bila begitu bisa disebut terpikat, senang dalam hal kesombongan, tak bagus itu Nak.
09
Kekerane ngelmu karang, kakarangan saking bangsaning gaib, iku boreh paminipun, tan rumasuk ing jasad, amung aneng sajabaning daging kulup, Yen kapengkok pancabaya, ubayane mbalenjani.
Dalam ilmu sihir, rekaan dari hal-hal ghaib, itu ibarat bedak, tak merasuk ke badan, hanya di luar daging Nak, bila terbentur  marabahaya, tak dapat diandalkan.
10
Marma ing sabisa-bisa, babasane muriha tyas basuki, puruitaa kang patut, lan traping angganira, Ana uga angger ugering kaprabun, abon aboning panembah, kang kambah ing siang ratri.
Oleh karenanya sebisa mungkin, berusahalah agar hati tenteram, berguru secara bagus, dan laksanakan dalam dirimu, ada juga aturan dalam tata negara, yang jadi ketentuan (dalam) mengabdi, yang digunakan siang malam.
11
Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi, mring tapaking tepa tulus, kawawa nahen hawa, Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu, tan mesthi neng janma wreda, tuwin muda sudra kaki.
(Hal) itu tanyakan Nak, kepada para cerdik cendekia yang mendalami, dengan sungguh-sungguh, sekuat tenaga menahan diri, yang kau ketahui sejatinya ilmu, tak tentu dikuasai orang tua, atau muda serta miskin Nak.

12
Sapantuk wahyuning Allah, gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, bangkit mikat reh mangukut, kukutaning Jiwangga, Yen mangkono kena sinebut wong sepuh, liring sepuh sepi hawa, awas roroning ngatunggil.
Orang yang mendapat anugerah Allah, lalu mengolah serta paham ilmu hidup, hidup benar dalam arti sesungguhnya,  kesempurnaan hidup pribadi, bila demikian dapat disebut orang bijak, yang tak dikuasai hawa nafsu, awas tentang dua hal berpasangan (baik-buruk, bahagia-sengsara).
13
Tan samar pamoring Sukma, sinukma ya winahya ing ngasepi, sinimpen telenging kalbu, Pambukaning warana, tarlen saking liyep layaping ngaluyup, pindha pesating supena, sumusuping rasa jati.
Sangat jelas tanda-tanda Allah, dirasakan pada saat sepi, disimpan dalam lubuk hati terdalam. Pembuka tabir itu, tak lain dari keadaan (diri) antara sadar dan tak sadar, bagai  melesatnya mimpi, hadirnya rasa yang sejati.
14
Sajatine kang mangkono, wus kakenan nugrahaning Hyang Widi, bali alaming ngasuwung, tan karem karamean, ingkang sipat wisesa winisesa wus, mulih mula mulanira, mulane wong anom sami.
Sebenarnya yang demikian itu, telah mendapat anugerah Tuhan, kembali ke alam ‘kosong’, tak tergoda duniawi, yang bersifat kuasa-menguasai sudah, kembali kepada asal muasal. Oleh karena itu (hai) para kawula muda.
ana candake....

SERAT WEDHATAMA

SERAT WEDHATAMA
Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Mangkunegara IV Wedhatama (berasal dalam bahasa  Jawa; Wredhatama) yang berarti serat (tulisan/karya) wedha (Ajaran) tama (keutamaan/utama) Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalam Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan iming-iming  ersu dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang menjadi “jalan setapak” bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan dituntun step by step secara rinci. Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri sendiri, manunggaling kawula-Gusti.
Serat Wedhatama dan terjemahan bebas :
PUPUH I
P A N G K U R
01 Mingkar-mingkuring ukara, akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ilmu luhung,kang tumrap ing tanah Jawa, agama ageming aji.
Meredam nafsu angkara dalam diri, Hendak berkenan mendidik putra-putri. Tersirat dalam indahnya tembang, dihias penuh variasi, agar menjiwai hakekat  ilmu luhur, yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara) agama sebagai “pakaian” kehidupan.
02 Jinejer ing Weddhatama, mrih tan kemba kembenganing pambudi,mangka nadyan tuwa pikun, yen tan mikani rasa, yekti sepi sepa lir sepah asamun,samasane pakumpulan, gonyak-ganyuk nglelingsemi.
Disajikan dalam serat Wedhatama, agar jangan miskin pengetahuan, walaupun sudah tua pikun, jika tidak memahami rasa sejati (batin), niscaya kosong tiada berguna bagai ampas, percuma sia-sia, di dalam setiap pertemuan sering bertindak ceroboh memalukan.
03 Nggugu karsane priyangga, nora nganggo peparah lamun angling,lumuh ingaran balilu, uger guru aleman, nanging janma ingkang wus waspadeng semu, sinamun samudana, sesadoning adu manis .
Mengikuti kemauan sendiri, Bila berkata tanpa dipertimbangkan  (asal bunyi), Namun tak mau dianggap bodoh, Selalu berharap  dipuji-puji. (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami  (ilmu sejati) tak bisa ditebak berwatak rendah hati, selalu berprasangka baik.
04 Si pengung nora nglegewa, sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar angendukur, kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkangipun, si wasis waskitha ngalah, ngalingi marang sipingging.
(sementara) Si dungu tidak menyadari, Bualannya semakin menjadi jadi, ngelantur bicara yang tidak-tidak, Bicaranya tidak masuk akal, makin aneh tak ada jedanya. Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah, Menutupi aib si bodoh.
05  Mangkono ilmu kang nyata, sanyatane mung we reseping ati,bungah ingaran cubluk, sukeng tyas yen den ina, nora kaya si punggung anggung gumunggung, ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip.
Demikianlah ilmu yang nyata, Senyatanya memberikan ketentraman hati, Tidak merana dibilang bodoh, Tetap gembira jika dihina Tidak seperti si dungu yang selalu sombong, Ingin dipuji setiap hari. Janganlah begitu caranya orang hidup.
06  Uripa sapisan rusak, nora mulur nalare ting saluwir, kadi ta guwa kang sirung,  sinerang ing maruta, gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung, pindha padhane si mudha, prandene paksa kumaki.
Hidup sekali saja berantakan, Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut. Umpama goa gelap menyeramkan, Dihembus angin, Suaranya gemuruh menggeram, berdengung Seperti halnya watak anak muda masih pula berlagak congkak
07  Kikisane mung sapala, palayune ngendelken yayah wibi, bangkit tur bangsaning luhur, lah iya ingkang rama, balik sira sarawungan bae  ersua, mring atining tata  ersu, nggon-anggon agama suci.
Tujuan hidupnya begitu rendah, Maunya mengandalkan orang tuanya, Yang terpandang serta bangsawan Itu kan ayahmu ! Sedangkan kamu kenal saja belum, akan hakikatnya tata  ersu dalam ajaran yang suci
08 Socaning jiwangganira, jer katara lamun pocapan pasthi, lumuh asor kudu unggul, sumengah sesongaran,yen mangkono kena ingaran katungkul, karem ing reh kaprawiran, nora enak iku kaki.
Cerminan dari dalam jiwa raga mu, Nampak jelas walau tutur kata halus, Sifat pantang kalah maunya  menang sendiri Sombong besar mulut, Bila demikian itu, disebut orang yang terlena, Puas diri berlagak tinggi Tidak baik itu nak !
09 Kekerane ngelmu karang, kakarangan saking bangsaning gaib, iku boreh paminipun, tan rumasuk ing jasad,  ersu aneng sajabaning daging kulup, Yen kapengkok pancabaya,
ubayane mbalenjani.
Di dalam ilmu yang dikarang-karang (sihir/rekayasa), Rekayasa dari hal-hal gaib, Itu umpama bedak. Tidak meresap ke dalam jasad, Hanya ada di kulitnya saja nak, Bila terbentur marabahaya, bisanya menghindari.
10 Marma ing sabisa-bisa, babasane muriha tyas basuki, puruitaa kang patut, lan traping angganira, Ana uga angger ugering kaprabun, abon aboning panembah, kang kambah ing siang ratri.
Karena itu sebisa-bisanya, Upayakan selalu berhati baik, Bergurulah secara tepat, Yang sesuai dengan dirimu, Ada juga peraturan dan pedoman bernegara, Menjadi syarat bagi yang berbakti, yang berlaku siang malam.
11 Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi, mring tapaking tepa tulus, kawawa nahen hawa, Wruhanira mungguh sanjataning ngelmu, tan mesthi neng janma wreda, tuwin muda sudra kaki.
Tulah nak, tanyakan Kepada para sarjana yang menimba ilmu, Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar, dapat menahan hawa nafsu, Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu, Yang tidak harus dikuasai orang tua, Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !
12 Sapantuk wahyuning Allah, gya dumilah mangulah ngelmu bangkit, bangkit mikat reh mangukut, kukutaning Jiwangga, Yen mangkono kena sinebut wong sepuh, liring sepuh sepi hawa, awas roroning ngatunggil.
Siapapun yang menerima wahyu Tuhan, Dengan cermat mencerna ilmu tinggi, Mampu menguasai ilmu kasampurnan, Kesempurnaan jiwa raga, Bila demikian pantas disebut “orang tua”. Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu, Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma dengan Tuhan)
13 Tan samar pamoring Sukma, sinukma ya winahya ing ngasepi, sinimpen telenging kalbu, Pambukaning waana, tarlen saking liyep layaping ngaluyup, pindha pesating supena, sumusuping rasa jati.
Tidak lah samar sukma menyatu, meresap terpatri dalam keheningan  semadi, Diendapkan dalam lubuk hati menjadi pembuka tabir, berawal dari keadaan antara sadar dan tiada, Seperti terlepasnya mimpi Merasuknya rasa yang sejati.
14 Sajatine kang mangkono, wus kakenan nugrahaning Hyang Widi, bali alaming ngasuwung, tan karem karamean, ingkang sipat wisesa winisesa wus, mulih mula mulanira, mulane wong anom sami.
Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan, Kembali  ersuas yang mengosongkan, tidak mengumbar nafsu duniawi, yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal muasalmu Oleh karena itu, wahai anak muda sekalian.
PUPUH II
S I N O M
01 Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing  ersua.
Contohlah perilaku utama,bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),Panembahan Senopati,yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa),serta siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi  ersua (kasih sayang)
02 Samangsane pesasmuan, mamangun martana  ersuas, sinambi ing saben mangsa, kala kalaning asepi, lelana teki-teki, nggayuh geyonganing kayun, kayungyun eninging tyas, sanityasa pinrihatin, puguh panggah cegah dhahar, lawan nendra.
Dalam setiap pergaulan,membangun sikap tenggang rasa.Setiap ada kesempatan,Di saat waktu longgar,mengembara untuk bertapa,menggapai cita-cita hati,hanyut dalam keheningan kalbu.Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan hawa nafsu),dengan tekad kuat, membatasi  makan dan tidur.
03 Saben nendra saking wisma, lelana laladan sepi, ngisep sepuhing supana, mrih pana pranaweng kapti, titising tyas marsudi, mardawaning budya tulus, mese reh kasudarman, neng tepining jala nidhi, sruning brata kataman wahyu dyatmika.
Setiap mengembara meninggalkan rumah (istana),berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu),menghirup  tingginya ilmu,agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati.Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,memperdayakan akal budimenghayati cinta kasih,ditepinya samudra.Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup yang sejati).
04 Wikan wengkoning samodra, kederan wus den ideri, kinemat kamot hing driya, rinegan segegem dadi, dumadya angratoni, nenggih Kanjeng Ratu Kidul, ndedel nggayuh nggegana, umara marak maripih, sor prabawa lan Wong Agung Ngeksiganda.
Memahami kekuasaan di dalam samodra seluruhnya sudah dijelajahi,“kesaktian” melimputi indera Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi, berhasil berkuasa,Kangjeng Ratu Kidul,Naik menggapai  ersu-awang,(kemudian) datang menghadap dengan penuh hormat,kepada Wong Agung Ngeksigondo.
05
Dahat denira aminta, sinupeket pangkat kanci, jroning alam palimunan,  ing pasaban saben sepi, sumanggem anjanggemi, ing karsa kang wus tinamtu, pamrihe mung aminta, supangate teki-teki, nora ketang teken janggut suku jaja.
Memohon dengan sangat lah beliau,agar diakui sebagai sahabat setia, di dalam alam gaib,tempatnya berkelana setiap sepi.Bersedialah menyanggupi,kehendak yang sudah digariskan.Harapannya hanyalah memintarestu dalam bertapa,Meski dengan susah payah.
06 Prajanjine abipraja, saturun-turun wuri, Mangkono trahing ngawirya, yen amasah mesu budi, dumadya glis dumugi, iya ing sakarsanipun, wong agung Ngeksiganda, nugrahane prapteng mangkin, trah tumerah darahe pada wibawa.
Perjanjian sangat mulia,untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian hari.Begitulah seluruh keturunan orang luhur,bila mau mengasah akal budi akan cepat berhasil,apa yang diharapkan orang besar Mataram, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di seluruh darah keturunannya,  dapat memiliki wibawa.
07 Ambawani tanah Jawa, kang padha jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan lyan trahing Senapati, pan iku pantes ugi, tinelad labetanipun, ing sakuwasanira, enake lan jaman mangkin, sayektine tan bisa ngepleki kuna.
Menguasai tanah Jawa (Nusantara),yang menjadi raja (pemimpin),satria sakti tertermasyhur,tak lain keturunan Senopati,hal ini pantas pulasebagai tauladan budi  pekertinya,Sebisamu, terapkan di zaman nanti,Walaupun tidak bisa persis sama seperti di masa silam.
08 Luwung kalamun tinimbang, ngaurip tanpa prihatin, Nanging ta ing jaman mangkya, pra mudha kang den karemi, manulad nelad Nabi, nayakeng rad Gusti Rasul, anggung ginawe umbag, saben saba mapir masjid, ngajap-ajap mukjijat tibaning drajat.
Mending bila  ersuasive orang hidup tanpa prihatin,namun di masa yang akan datang (masa kini),yang digemari anak muda,meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan,yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri,setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik pangkat).
09 Anggung anggubel sarengat, saringane tan den wruhi, dalil dalaning ijemak, kiyase nora mikani, katungkul mungkul sami, bengkrakan neng masjid agung, kalamun maca kutbah, lelagone dhandhanggendhis, swara arum ngumandhang cengkok palaran.
Hanya memahami sariat (kulitnya) saja, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai,Pengetahuan untuk memahami makna dan suri tauladan tidaklah mumpuniMereka lupa diri, (tidak sadar)bersikap berlebih-lebihan di masjid besar,Bila membaca khotbahberirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati),suara merdu bergema gaya palaran (lantang  bertubi-tubi).
10 Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan panjangkah, wateke tak betah kaki, Rehne ta sira Jawi, satitik bae wus cukup, aja ngguru aleman, nelad kas ngepleki pekih, Lamun pungkuh pangangkah yekti karamat.
Jika kamu memaksa meniru,tingkah laku `Kanjeng Nabi,Oh, nak terlalu  ers,Biasanya tak akan betah nak,Karena kamu itu orang Jawa,sedikit saja sudah cukup.Janganlah sekedar mencari sanjungan,Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,apabila mampu,memang ada harapan mendapat rahmat.
11 Nanging enak ngupa boga, rehne ta tinitah langip, apa ta suwiteng Nata, tani tanapi agrami, Mangkono mungguh mami, padune wong dhahat cubluk,  ersua wruh cara Arab, Jawaku bae tan ngenting, parandene pari peksa mulang putra.
Tetapi seyogyanya mencari nafkah,Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,Apakah mau mengabdi kepada raja,Bercocok tanam atau berdagang,Begitulah menurut pemahamanku,Sebagai orang yang sangat bodoh,Belum paham cara Arab,Tata cara Jawa saja tidak mengerti,Namun memaksa diri mendidik anak.
12 Saking duk maksih taruna, sadhela wus anglakoni, aberag marang agama, maguru  ersuasi kaji, sawadine tyas mami, banget wedine ing besuk, pranatan ngakir jaman, Tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sembahyang gya tininggalan.
Dikarenakan waktu masih muda,Keburu menempuh belajar pada agama,Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka yang terpendam dalam hatiku, menjadisangat takut akan hari kemudian,Keadaan di akhir zaman,Tidak tuntas keburu “mengabdi”Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil.
13 Marang ingkang asung pangan, yen kasuwen den dukani, abubrah bawur tyas ingwang, lir kiyamat saben hari, bot Allah apa gusti, tambuh-tambuh solah ingsun, lawas-lawas graita, rehne ta suta priyayi, yen mamriha dadi kaum temah nista.
Kepada yang  ersua makan,Jika kelamaan dimarahi,Menjadi kacau balau perasaanku,Seperti kiyamat saban hari,Berat “Allah” atau “Gusti”,Bimbanglah sikapku,Lama-lama berfikir,Karena anak turun priyayi,Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista,
14 Tuwin ketib suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya angantepana, pranatan wajibing urip, lampahan angluluri, aluraning pra luluhur, kuna kumunanira, kongsi tumekeng semangkin, Kikisane tan lyan among ngupa boga.
Begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru dakwah agama.Karena aku bukanlah keturunannya,Lebih baik memegang teguh aturan dan kewajiban hidup,Menjalankan pedoman hidupwarisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari. Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.
15 Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip, uripe tan tri prakara,  wirya, arta, tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma, aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara.
Salahnya sendiri yang tidak mengerti,Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,hidup dengan tiga perkara;Keluhuran (kekuasaan), harta (kemakmuran), ketiga ilmu pengetahuan.Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu,habis lah harga diri manusia.Lebih berharga daun jati kering, akhirnya mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta.
16 Kang wus waspada ing patrap, mangayut ayat winasis, wasana wosing Jiwangga, melok tanpa aling-aling, kang ngalingi kaliling, wenganing rasa tumlawung, keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa tapaking Hyang Sukma.
Yang sudah paham tata caranya,Menghayati ajaran utama,Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,akan melihat tanpa penghalang,Yang menghalangi tersingkir,Terbukalah rasa sayup menggema.Tampaklah seluruh cakrawala,Sepi tiada bertepi,Yakni disebut  “tapa tapaking Hyang Sukma”.
17 Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala mangsa,masah amemasuh budi, lahire den tetepi, ing reh kasatriyanipun, susila anor raga, wignya met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama.
Demikianlah manusia utama,Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu),Di saat-saat tertentu,Mempertajam dan membersihkan budi,Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria,berbuat susila rendah hati,pandai menyejukkan hati pada  ersua,itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama.
18 Ing jaman mengko pan ora, arahe para turami, yen antuk tuduh kang nyata, nora pisan den lakoni, banjur njujurken kapti, kakekne arsa winuruk, ngandelken gurunira, pandhitane praja sidik, tur wus manggon pamucunge mring makrifat.
Di zaman kelak tiada demikian,sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata,tidak pernah dijalani,Lalu hanya menuruti kehendaknya,Kakeknya akan diajari,dengan mengandalkan gurunya,yang dianggap pandita  ersua yang pandai,serta sudah menguasai makrifat.
PUPUH III
P U C U N G
01 Ngelmu iku, kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangkese dur angkara.
Ilmu (hakekat) itudiraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan,dimulai dengan kemauan.Artinya, kemauan membangun kesejahteraan terhadap  ersua,Teguh membudi daya Menaklukkan semua angkara
02 Angkara gung, neng angga anggung gumulung, gogolonganira triloka, lekere kongsi, yen den umbar ambabar dadi rubeda.
Nafsu angkara yang besar ada di dalam diri, kuat menggumpal, menjangkau hingga tiga zaman, jika dibiarkan berkembang akan berubah menjadi gangguan.
03 Beda lamun, kang wus sengsem reh ngasamun, semune ngaksama, sasamane bangsa sisip, sarwa sareh saking mardi marto tama.
Berbeda dengan yang sudah menyukai dan menjiwai,Watak dan perilaku memaafkanpada sesamaselalu sabar berusahamenyejukkan suasana,
04 Taman limut, durgameng tyas kang weh limput, kereming karamat, karana karohaning sih, sihing Sukma ngreda sahardi gengira.
Dalam kegelapan.Angkara dalam hati yang menghalangi,Larut dalam kesakralan hidup,Karena temggelam dalam samodra kasih sayang, kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung
05 Yeku patut, tinulad-tulad tinurut, sapituduhira, aja kaya jaman mangkin, keh pramudha mundhi dhiri lapel makna.
Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikutiseperti semua nasehatku.Jangan seperti zaman nantiBanyak anak muda yang menyombongkan diri dengan hafalan ayat
06 Durung pecus,kesusu kaselak besus, amaknani lapal, kaya sayid weton Mesir, pendhak-pendhak angendhak gunaning janma.
Belum mumpuni sudah berlagak pintar.Menerangkan ayatseperti sayid dari Mesir Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain.
07 Kang kadyeku, kalebu wong ngaku-aku, akale alangka, elok Jawane denmohi, paksa ngangkah langkah met kawruh ing Mekah.
Yang seperti itutermasuk orang mengaku-akuKemampuan akalnya dangkalKeindahan ilmu Jawa malah ditolak.Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di Mekah,
08 Nora weruh, rosing rasa kang rinuruh, lumeketing angga, anggere padha marsudi, kana-kene kaanane nora beda.
Tidak memahamihakekat ilmu yang dicari,sebenarnya ada di dalam diri.Asal mau berusaha sana sini (ilmunya) tidak berbeda,
09 Uger lugu, den ta mrih pralebdeng kalbu, yen  ersu  ersua, ing drajat kajating urip, kaya kang wus winahyeng sekar srinata.
Asal tidak banyak tingkah,agar supaya merasuk ke dalam sanubari.Bila berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup yang sebenarnya.Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom (di atas).
10 Basa ngelmu, mupakate lan panemu, pasahe lan tapa, yen satriya tanah Jawi, kuna-kuna kang ginilut triprakara.
Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai dengan cara pandang kita.Dapat dicapai dengan usaha yang gigih.Bagi satria tanah Jawa,dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara yakni;
11 Lila lamun, kelangan nora gegetun, trima yen kataman, sakserik sameng dumadi, trilegawa nalangsa srahing Batara.
Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal,Sabar jika hati disakiti  ersua,Ketiga ; lapang dada sambil berserah diri pada Tuhan.
12 Batara gung, inguger graning jajantung, jenak Hayang Wisesa, sana paseneten Suci, nora kaya si mudha mudhar angkara.
Tuhan Maha Agungdiletakkan dalam setiap hela nafasMenyatu dengan Yang MahakuasaTeguh mensucikan diriTidak seperti yang muda,mengumbar nafsu angkara.
13 Nora uwus, kareme anguwus-uwus, uwose tan ana, mung janjine muring-muring, kaya buta-buteng betah nganiaya.
Tidak henti hentinyagemar mencaci maki.Tanpa ada isinyakerjaannya marah-marah seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan menganiaya  ersua.
14 Sakeh luput,  ing angga tansah linimput, linimpet ing sabda, narka tan ana udani, lumuh ala ardane ginawe gada.
Semua kesalahandalam diri selalu ditutupi,ditutup dengan kata-katamengira tak ada yang mengetahui,bilangnya enggan berbuat jahat padahal tabiat buruknya membawa kehancuran.
15 Durung punjul, ing kawruh kaselak jujul, kaseselan hawa, cupet kapepetan pamrih, tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa.
Belum cakap ilmuBuru-buru ingin dianggap pandai.Tercemar nafsu selalu merasa kurang,dan tertutup oleh pamrih, sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa.
PUPUH IV
G A M B U H
01 Samengko ingsun tutur, sembah catur: supaya lumuntur, dihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki, ing kono lamun tinemu, tandha nugrahaning Manon.
Kelak saya bertutur,Empat macam sembah supaya dilestarikan;Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku !Di situlah akan bertemu dengan pertanda anugrah Tuhan.
02 Sembah raga puniku, pakartine wong amagang laku, susucine asarana saking warih, kang wus lumrah limang wektu, wantu wataking wawaton.
Sembah raga adalahPerbuatan orang yang lagi magang “olah batin”Menyucikan diri dengan sarana air,Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat waktu
03 Inguni-uni  ersua, sinarawung wulang kang sinerung, lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit, mintoken kawignyanipun, sarengate elok-elok.
Zaman dahulu belumpernah dikenal ajaran yang penuh tabir,Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,memamerkan ke-bisa-an nya amalannya aneh aneh
04 Thithik kaya santri Dul, gajeg kaya santri brahi kidul, saurute Pacitan pinggir pasisir, ewon wong kang padha nggugu, anggere guru nyalemong.
Kadang seperti santri “Dul”  (gundul)Bila tak salah, seperti santri wilayah selatanSepanjang Pacitan tepi pantaiRibuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap
05 Kasusu arsa weruh, cahyaning Hyang kinira yen karuh, ngarep-arep urup arsa den kurebi, Tan wruh kang mangkoko iku, akale keliru enggon.
Keburu ingin tahu,cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian ituNalarnya sudah salah kaprah
06 Yen ta jaman rumuhun, tata titi tumrah tumaruntun, bangsa srengat tan winor lan laku batin, dadi ora gawe bingung, kang padha nembah Hyang Manon.
Bila zaman dahulu,Tertib teratur runtut harmonissariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi tidak membuat bingung bagi yang menyembah Tuhan
07 Lire sarengat iku, kena uga ingaranan laku, dihin ajeg kapindhone ataberi, pakolehe putraningsun, nyenyeger badan mwih kaot.
Sesungguhnya sariat itu dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan agar lebih baik,
08 Wong seger badanipun, otot daging kulit balung sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati, antenging ati nunungku, angruwat ruweting batos.
Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.Ketenangan hati membantu Membersihkan kekusutan batin
09 Mangkono mungguh ingsun, ananging ta sarehne asnafun, beda-beda panduk panduming dumadi, sayektine nora jumbuh, tekad kang padha linakon.
Begitulah menurut ku !Tetapi karena orang itu berbeda-beda,Beda pula garis nasib dari Tuhan.Sebenarnya tidak cocok tekad yang pada dijalankan itu
10 Nanging ta paksa tutur, rehning tuwa tuwase mung catur, bok lumuntur lantaraning reh utami, sing sapa temen tinemu, nugraha geming Kaprabon.
Namun terpaksa  ersua nasehatKarena sudah tua kewajibannya hanya  ersua petuah.Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan.
11 Samengko sembah kalbu, yen lumintu uga dadi laku, laku agung kang kagungan Narapati, patitis tetesing kawruh, meruhi marang kang momong.
Berikutnya, sembah kalbu itujika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual.Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.Tujuan ajaran ilmu ini; untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer)
12 Sucine tanpa banyu, mung nyenyuda mring  ersuasiv kalbu, pambukane tata, titi, ngati-ati, atetetp talaten atul, tuladhan marang waspaos.
Bersucinya tidak menggunakan airHanya menahan nafsu di hatiDimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)Teguh, sabar dan tekun,semua menjadi watak dasar,Teladan bagi sikap waspada.
13 Mring jatining pandulu, panduk ing ndon dedalan satuhu, lamun lugu  ersuasi reh maligi, lageane tumalawung, wenganing alam kinaot.
Alam penglihatan yang sejati,Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasiSampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan Itulah, terbukanya “alam lain”
14 Yen wus kambah kadyeku, sarat sareh saniskareng laku, kalakone saka eneng, ening, eling,  Ilanging rasa tumlawung, kono adile Hyang Manon.
Bila telah mencapai seperti itu,Saratnya sabar segala tingkah laku.Berhasilnya dengan cara;Membangun kesadaran, mengheningkan cipta,  pusatkan fikiran kepada  ersua Tuhan. Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa  memasuki alam gaib rahasia Tuhan)
15 Gagare ngunggar kayun, tan kayungyun mring ayuning kayun, bangsa anggit yen ginigit nora dadi, Marma den awas den emut, mring pamurunging lelakon.
Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.Maka awas dan ingat lahdengan yang membuat gagal tujuan
16 Samengko kang tinutur, sembah katri kang sayekti katur, mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari, arahen dipun kecakup, sembah ing Jiwa sutengong.
Nanti yang diajarkanSembah ketiga yang sebenarnya  diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa).Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !
17 Sayekti luwih prelu, ingaranan pepuntoning laku, kalakuan kang tumrap bangsaning batin, sucine lan Awas Emut, mring alame alam amot.
Sungguh lebih penting, yangdisebut sebagai ujung jalan spiritual,Tingkah laku olah batin, yakni menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak.
18 Ruktine ngangkah ngukut, ngiket ngrukut triloka kakukut, jagad agung gimulung lan jagad cilik, Den kandel kumandel kulup, mring kelaping alam kono.
Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yangdikuasai.Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,Pertebal keyakinanmu anakku !Akan kilaunya alam tersebut.
19 Keleme mawa limut, kalamatan jroning alam kanyut, sanyatane iku kanyatan kaki, Sajatine yen tan emut, sayekti tan bisa awor.
Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa “larut”
20 Pamete saka luyut, sarwa sareh saliring panganyut, lamun yitna kayitnan kang mitayani, tarlen mung pribadinipun, kang katon tinonton kono.
Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)Tetap sabar mengikuti “alam  yang menghanyutkan”Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang tampak terlihat di situ
21 Nging away salah surup, kono ana sajatining Urub, yeku urup pangarep uriping Budi, sumirat sirat narawung, kadya kartika katongton.
Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal budi.Bersinar lebih terang dan cemerlang,tampak bagaikan bintang
22 Yeku wenganing kalbu, kabukane kang wengku winengku, wewengkone wis kawengku neng sireki, nging sira uga kawengku, mring kang pindha kartika byor.
Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh).Cahaya itu sudah kau (roh)  kuasaiTapi kau (roh) juga dikuasai oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang.
23 Samengko ingsun tutur, gantya sembah ingkang kaping catur, sembah Rasa karasa rosing dumadi, dadine wis tanpa tuduh, mung kalawan kasing Batos.
Nanti ingsun ajarkan,Beralih sembah yang ke empat.Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan.Terjadinya sudah tanpa petunjuk,hanya dengan kesentosaan batin
24 Kalamun  ersua lugu, aja pisan wani ngaku-aku, antuk siku kang mangkono iku kaki, kena uga wenang muluk, kalamun wus pada melok.
Apabila belum bisa membawa diri,Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,mendapat laknat yang demikian itu anakku !Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata.
25 Meloke ujar iku, yen wus ilang sumelang ing kalbu,  ersu kandel kumandel ngandel mring takdir, iku den awas den emut, den memet yen arsa momot.
Menghayati pelajaran iniBila sudah hilang keragu-raguan hati.Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdiritu harap diwaspadai, diingat,dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
26 Pamoring ujar iku, kudu santosa ing budi teguh, sarta sabar tawekal legaweng ati, trima lila ambeh sadu, weruh wekasing dumados.
Melaksanakan petuah ituHarus kokoh budipekertinyaTeguh serta sabartawakal lapang dada Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”.
27 Sabarang tindak-tanduk, tumindake lan sakadaripun, den ngaksama kasisipaning  ersua, sumimpanga ing laku dur,  ersuasiv budi kang ngrodon.
Segala tindak tandukdilakukan ala kadarnya, ersua maaf atas kesalahan  ersua,menghindari perbuatan tercela,(dan) watak angkara yang besar.
28 Dadya wruh iya dudu, yeku minangka pandaming kalbu,  ersua buka ing kijab bullah agaib, sesengkeran kang sinerung, dumunung telenging batos.
Sehingga tahu baik dan buruk,Demikian itu sebagai ketetapan hati,Yang membuka penghalang/tabir  antara  ersua dan Tuhan,Tersimpan dalam rahasia,Terletak di dalam batin.
29 Rasaning urip iku krana momor pamoring sawujud, wujuddullah sumrambah ngalam sakalir, lir manis kalawan madu, endi arane ing kono.
Rasa hidup itudengan cara manunggal dalam satu wujud,Wujud Tuhan meliputi alam semesta,bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya.
30 Endi manis endi madu, yen wis bisa nuksmeng pasang semu, pasamaoning hebing kang Maha Suci, kasikep ing tyas kacakup, kasat mata lair batos.
Mana manis mana madu,apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,Bagaimana pengertian sabda Tuhan,Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.
31 Ing batin tan keliru, kedhap kilap liniling ing kalbu, kang minangka colok celaking Hyang Widi, widadaning budi sadu, pandak panduking liru nggon.
Dalam batin tak keliru,Segala cahaya indah dicermati dalam hati,Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan,Selamatnya karena budi (bebuden)  yang jujur (hilang nafsu),Agar dapat merasuk beralih “tempat”.
32 Nggonira mrih tulus, kalaksitaning reh kang rinuruh, ngayanira mrih wikal, warananing gaib, paranta lamun tan weruh, sasmita jatining endhog.
Agar usahamu berhasil,Dapat menemukan apa yang dicari,upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.
33 Putih lan kuningpun, lamun arsa titah teka mangsul, dene nora mantra-mantra yen ing lair, bisa aliru wujud, kadadeyane ing kono.
Putih dan kuningnya,bila akan mewujud (menetas),wujud datang berganti,tak disangka-sangka,bila kelahirannyadapat berganti wujud,Kejadiannya di situ !
34 Istingarah tan metu, lawan istingarah tan lumebu, dene ing njro wekasane dadi njawi, raksana kang tuwajuh, aja kongsi kabasturon.
Dipastikan tidak keluar,juga tidak masuk,Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar,Rasakan sunguh-sungguh,Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.
35 Karana yen kebanjur, kajantaka tumekeng  ersua, tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, dadi wong ina tan wruh, dhewekw den anggep dhayoh.
Sebab apabila sudah terlanjur,akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,Menjadi orang hina yang bodoh,dirinya sendiri malah dianggap tamu.
PUPUH V
K I N A N T H I
01 Mangka kantining tumuwuh, salami mung awas eling, eling lukitaning alam, wedi weryaning dumadi, supadi niring sangsaya, yeku pangreksaning urip.
Padahal bekal hidup,selamanya waspada dan ingat,Ingat akan pertanda yang adadi  ersuasi,Menjadi kekuatannya asal-usul, supaya lepas dari sengsara.Begitulah memelihara hidup.
02 Marma den taberi kulup, angulah lantiping ati, rina wengi den anedya, pandak-panduking pambudi, bengkas kahardaning driya, supadya dadya utami.
Maka rajinlah anak-anakku,Belajar menajamkan hati,Siang malam berusaha,merasuk ke dalam sanubari,melenyapkan nafsu pribadi,Agar menjadi (manusia) utama.
03 Pangasahe sepi samun, away esah ing salami, samangsa wis kawistara, lalandhepe mingis-mingis,  ersu wukir reksa muka, kekes srabedaning budi.
Mengasahnya di alam sepi (semedi),Jangan berhenti selamanya,Apabila sudah kelihatan,tajamnya luar biasa,mampu mengiris gunung penghalang,Lenyap semua penghalang budi.
04 Dene awas tegesipun, weruh warananing urip, miwah wisesaning tunggal, kang atunggil rina wengi, kang mukitan ing sakarsa, gumelar ngalam sakalir.
Persuasi artinya,tahu penghalang kehidupan,serta kekuasaan yang tunggal,yang bersatu siang malam,Yang mengabulkan segala kehendak,terhampar alam semesta.
05 Away sembrana ing kalbu, wawasen wuwus sireki, ing kono yekti karasa, dudu ucape pribadi, marma den sembadeng sedya, wewesen praptaning uwis.
Hati jangan lengah,Waspadailah kata-katamu,Di situ tentu terasa,bukan ucapan pribadi,Maka tanggungjawablah,  perhatikan semuanya sampai  tuntas.
06 Sirnakna semanging kalbu, den waspada ing pangeksi, yeku dalaning kasidan, sinuda saka satitik, pamotahing nafsu hawa, jinalantih mamrih titih.
Sirnakan keraguan hati,waspadalah terhadap pandanganmu,Itulah caranya berhasil,Kurangilah sedikit demi sedikit godaan hawa nafsu,Latihlah agar terlatih.
07 Away mamatuh malutuh, tanpa tuwas tanpa kasil, kasalibuk ing srabeda, marma dipun ngati-ati, urip keh rencananira, sambekala den kaliling.
Jangan terbiasa berbuat aib,Tiada guna tiada hasil,terjerat oleh aral,Maka berhati-hatilah,Hidup ini banyak rintangan,Godaan harus dicermati.
08 Upamane wong lumaku, marga gawat den liwati, lamun kurang ing pangarah, sayekti karendet ing ri, apese kasandhung padhas, babak bundhas anemahi.
Seumpama orang berjalan,Jalan berbahaya dilalui,Apabila kurang perhitungan,Tentulah tertusuk duri,celakanya terantuk batu,Akhirnya penuh luka.
09 Lumrah bae yen kadyeku, atetamba yen wis bucik, duwea kawruh sabodag, yen ta nartani ing kapti, dadi kawruhe kinarya, ngupaya kasil lan melik.
Lumrahnya jika seperti itu,Berobat setelah terluka,Biarpun punya ilmu segudang,bila tak sesuai tujuannya,ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih.
10 Meloke yen arsa muluk, muluk ujare lir wali, wola-wali nora nyata, anggepe pandhita luwih, kaluwihane tan ana, kabeh tandha-tandha sepi.
Baru kelihatan jika keinginannya muluk-muluk,Muluk-muluk bicaranya seperti wali,Berkali-kali tak terbukti,merasa diri pandita istimewa,Kelebihannya tak ada,Semua bukti sepi.
11 Kawruhe mung ana wuwus, wuwuse gumaib baib, kasliring titik tan kena, mancereng alise gatik, apa pandhita antige, kang mangkono iku kaki.
Ilmunya sebatas mulut,Kata-katanya di gaib-gaibkan,Dibantah sedikit saja tidak mau, mata membelalak alisnya menjadi satu,Apakah yang seperti itu  pandita palsu,..anakku ?
12 Mangka ta  ersuasiv laku, lakune ngelmu sajati, tan dahwen pati openan, tan panasten nora jail, tan njurungi ing kaardan,  ersu eneng mamrih ening.
Padahal yang disebut “laku”,sarat menjalankan ilmu sejati tidak suka omong kosong dan tidak suka memanfaatkan hal-hal sepele yang bukan haknya,Tidak iri hati dan jail,Tidak melampiaskan hawa nafsu. Sebaliknya, bersikap tenang agar menggapai keheningan jiwa.
13 Kunanging budi luhung, bangkit ajur ajer kaki, yen mangkono bakal cikal, thukul wijining utami, nadyan bener kawruhira, yen ana kang nyulayani.
Luhurnya budipekerti,pandai beradaptasi, anakku !Demikian itulah awal mula,tumbuhnya benih keutamaan,Walaupun benar ilmumu,bila ada yang mempersoalkan..
14 Tur kang nyulayani iku, wus wruh yen kawruhe nempil, nanging laire angalah, katingala angemori, mung ngenaki tyasing liyan, away esak away serik.
Walau orang yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal,tetapi secara lahir kita mengalah,berkesanlah  ersuasive,sekedar menggembirakan hati orang lain.Jangan sakit hati dan dendam.
15 Yeku ilapating wahyu, yen yuwana ing salami, marga wimbuh ing nugraha, saking heb kang Maha Suci, cinancang pucuking cipta, nora ucul-ucul kaki.
Begitulah sarat turunnya wahyu,Bila teguh selamanya,dapat bertambah anugrahnya,dari sabda Tuhan Mahasuci,terikat di ujung cipta,tiada terlepas-lepas anakku
16 Mangkono ingkang tinamtu, tampa nugrahaning Widhi, marma ta kulup den bisa, mbusuki ujaring janmi, pakoleh lair batinnya, iyeku budi premati.
Begitulah yang digariskan,Untuk mendapat anugrah Tuhan.Maka dari itu anakku,sebisanya, kalian pura-pura menjadi orang bodoh terhadap perkataan orang lain,nyaman lahir batinnya,yakni budi yang baik.
17 Pantes tinulad tinurut, laladane mrih utami, utama kembanging mulya, kamulyaning jiwa dhiri, ora yen ta ngeplekana, lir leluhur nguni-uni.
Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru,Wahana agar hidup mulia,kemuliaan jiwa raga.Walaupun tidak persis, seperti nenek moyang dahulu.
18 Ananging ta kudu-kudu, sakadarira pribadi, away tinggal tutuladan, lamun tan mangkono kaki, yekti tuna ing tumitah, poma kaestokna kaki.
Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri,Jangan melupakan suri tauladan,Bila tak berbuat demikian itu anakku,pasti merugi sebagai manusia.Maka lakukanlah anakku !
1. Ajaran Dalam Setiap Pupuh
a. Pupuh Pangkur
Pupuh pangkur pada serat wedhatama merupakan suatu prolog sebelum masuk ke permasalahan yang utama. KGPAA Mangkunegara IV yang merupakan pengarang dari serat ini mengajarkan dalam mendidik anak cucu menerangkan adanya perbedaan yang mendasar antara orang yang mempunyai watak dan budi pekerti yang luhur dan orang yang sombong lagi bodoh dari segi cirri-cirinya. Adapun ajaran-ajaran yang tertuang dalam pupuh pertama serat wedhatama ialah
1.    Agama adalah pegangan hidup yang berharga “agama ageming aji “
2.    Janganlah menjadi orang yang mempunyai budi yang lemah, jika begitu kalaupun sudah tua pasti bagaikan orang yang tidak berharga.
3.    Perilaku orang yang bodoh dan sombong yaitu bualannya tidak karuan dan tidak ada hikmahnya.
4.    Orang yang pintar dan berbudi luhur hanya diam menanggapi orang yang bodoh tersebut dengan hanya diam dan menjaga perasaan hati orang bodoh tersebut. Orang pintar menerima dengan senang hati jika dianggap bodoh dan tetap gembira jika dihina.
5.    Keburukan tentang ilmu karang atau ilmu sihir, ilmu tersebut tidak  berguna dalam ketenangan jiwa.
6.    Anjuran untuk mencari kebaikan , berguru kepada orang yang berjiwa pertapa, yang telah memahami wahyu Allah dan yang sudah tidak dikendalikan lagi oleh hawa dan nafsu.
b. Pupuh Sinom
Setelah dijelaskan sebagai pengantar dalam pupuh pangkur, pupuh kedua dalam serat wedhatama menggambarkan kiat-kiat untuk menggapai ilmu yang sejati, yaitu kiat untuk ngelmu dalam ajaran jawa. Karena untuk menyeimbangkan antara lahir dan batin, menyelaraskan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Mangkunegara IV menuliskan ajaran-ajaran dalam pupuh kedua ini setelah memahami hakikat pada pupuh pertama.
1.    Supaya meniru perilaku yang baik yang dicontohkan oleh Panembahan Senapati dengan menekan hawa nafsu, berusaha menyenangkan hati orang lain dan laku prihatin. Kesemuanya itu mempunyai tujuan agar memperoleh kehalusan budi.
2.    Ajaran agar orang hidup dapat mencapai 3 hal, yakni pangkat, harta dan kepintaran.
3.    Dalam memahami hakikat hidup pribadinya sendiri, dapat dilakukan dengan bersemedi dan bertapa, menjauh dari keramaian guna untuk menyepikan diri.
c. Pocung
Pupuh pocung dalam serat wedhatama merupakan pupuh yang ketiga. Pupuh ini menggambarkan ketika seseorang yang sudah mengetahui tentang baik buruk, dan telah melaksanakan tugas untuk mencari ilmu maka pupuh ini bercerita tentang amalan- amalan tentang ilmu yang sudah diperolehnya itu.
1.    Ilmu itu akan dapat tercapai apabila nilai-nilainya diamalkan, karena budi yang baik itu dapat mengalahkan nafsu angkara murka.
2.    Pandangan bahwa ilmu itu harus sejalan dengan logika dan untuk mencapainya diperlukan laku yang cukup serius.
3.    Ajaran tentang tiga hal yang perlu dijadikan pegangan yaitu rela jika kehilangan sesuatu, menerima dengan sabar jika mendapatkan perlakuan yang menyakitkan hati dan ikhlas menyerahkan diri hanya kepada Tuhan.
4.    Untuk tidak melakukan sifat-sifat keangkaraan seperti mencaci maki tanpa isi, kesalahan sendiri ditutupi dan kemarahannya dilampiaskan untuk memukul orang lain.
d. Pupuh Gambuh
Pupuh gambuh dalam serat wedhatama mengajarkan tentang sembah- sembah menurut KGPAA Mangkunegara IV. Setelah tadi prjalanan dari pengantar ilmu yang sejati, dilanjutkan dalam perjalanan mencari guru lalu menjalani laku yang utama demi mengamalkan ilmu tersebut, sekarang sampai kepada hakikat ngelmu. Penjelasannya sebagai berikut :
1.    Ajaran tentang empat macam sembah ( sembah catur), yaitu sembah raga, cipta jiwa dan rasa.
2.    Sembah raga dianggap sebagai tahapan untuk memulai perjalanan. Di dalam Islam sembah tersebut berada dalam tahap/ tingkatan Syariat.
3.    Ajaran sembah kalbu (cipta) yang jika dilakukan secara rutin akan menjadi ritual laku, manfaatnya yaitu dapat mengendalikan hawa dan nafsu.
4.    Ajaran sembah sukma, yaitu sembah yang dilakukan setiap saat dan merupakan ritual perjalanan terakhir.
5.    Ajaran sembah rasa, yang dengan sembah ini akan memahami hakikat kehidupan.
6.    Orang harus senantiasa sentosa dan berbudi teguh, harus sabar, tawakal, ikhlas, dan nerima semua keadaannya.
e. Kinanthi
Dikanthi-kanthi (diarahkan dan dibimbing) agar menjadi manusia sejati. Yang selalu menjaga bumi pertiwi. Pupuh kinanthi dalam serat wedhatama mengandung isi ajaran-ajaran tentang
1.    Mempertajam perasaan / kepekaan perasaan agar menyingkirkan hawa nafsu supaya menjadi manusia yang berbudi luhur dengan cara bersemedi / bersepi-sepi dari keramaian agar mendapat ketenangan hati dan jiwa.
2.    Agar selalu waspada untuk selalu mengetahui penghalang dalam hidup ( mawas diri) dan selalu menghilangkan keragu-raguan dalam hati supaya mantap dalam melangkah untuk berbuat kebaikan.
3.    Menghilangkan iri dengki, tidak berhati panas, tidak mengganggu orang lain, dan tidak melampiaskan hawa nafsu, namun hanya lah diam agar tenang.
4.    Ajaran bahwa mengikuti kebaikan-kebaikan yang telah diajarkan sebagai langkah agar mencapai kemuliaan.
2. Makna Tembang
•    Pangkur
Bila usia telah uzur, datanglah penyesalan. Manusia menoleh kebelakang (mungkur) merenungkan apa yang dilakukan pada masa lalu. Manusia terlambat mengkoreksi diri, kadang kaget atas apa yang pernah ia lakukan, hingga kini yang ada  tinggalah menyesali diri. Kenapa dulu tidak begini tidak begitu. Merasa diri menjadi manusia renta yang hina dina sudah tak berguna.  Anak cucu kadang menggoda, masih meminta-minta sementara sudah tak punya lagi sesuatu yang berharga. Hidup merana yang dia punya tinggalah penyakit tua. Siang malam selalu berdoa saja, sedangkan raga tak mampu berbuat apa-apa.  Hidup enggan mati pun sungkan. Lantas bingung mau berbuat apa. Ke sana-ke mari ingin mengaji, tak tahu jati diri, memalukan seharusnya sudah menjadi guru ngaji. Tabungan menghilang sementara penyakit kian meradang. Lebih banyak waktu untuk telentang di atas ranjang. Jangankan teriak lantang, anunya pun sudah tak bisa tegang, yang ada hanyalah mengerang terasa nyawa hendak melayang. Sanak kadhang enggan datang, karena ingat ulahnya di masa lalu yang gemar mentang-mentang.
•    Sinom
Sinom isih enom. Jabang bayi berkembang menjadi remaja sang pujaan dan dambaan orang tua dan keluarga. Manusia yang masih muda usia. Orang tua menjadi gelisah, siang malam selalu berdoa dan menjaga agar pergaulannya tidak salah arah. Walupun badan sudah besar namun remaja belajar hidup masih susah. Pengalamannya belum banyak, batinnya belum matang, masih sering salah menentukan arah dan langkah. Maka segala tindak tanduk menjadi pertanyaan sang bapa dan ibu. Dasar manusia masih enom (muda) hidupnya sering salah kaprah.
•    Pocung
Pocung atau pocong adalah orang yang telah mati lalu dibungkus kain kafan. Itulah batas antara kehidupan mercapadha yang panas dan rusak dengan kehidupan yang sejati dan abadi. Bagi orang yang baik kematian justru menyenangkan sebagai kelahirannya kembali, dan merasa kapok hidup di dunia yang penuh derita. Saat nyawa meregang, rasa bahagia bagai lenyapkan dahaga mereguk embun pagi. Bahagia sekali disambut dan dijemput para leluhurnya sendiri. Berkumpul lagi di alam yang abadi azali. Kehidupan baru setelah raganya mati.
•    Gambuh
Gambuh atau Gampang Nambuh, sikap angkuh serta acuh tak acuh, seolah sudah menjadi orang yang teguh, ampuh dan keluarganya tak akan runtuh. Belum pandai sudah berlagak pintar. Padahal otaknya buyar matanya nanar merasa cita-citanya sudah bersinar. Menjadikannya tak pandai melihat mana yang salah dan benar. Di mana-mana ingin diakui bak pejuang, walau hatinya tak lapang. Pahlawan bukanlah orang yang berani mati, sebaliknya berani hidup menjadi manusia sejati. Sulitnya mencari jati diri kemana-mana terus berlari tanpa henti.  Memperoleh sedikit sudah dirasakan banyak, membuat sikapnya mentang-mentang bagaikan sang pemenang. Sulit mawas diri, mengukur diri terlalu tinggi. Ilmu yang didapatkannya seolah menjadi senjata ampuh tiada tertandingi lagi. Padahal pemahamannya sebatas kata orang. Alias belum bisa menjalani dan menghayati. Bila merasa ada  yang kurang, menjadikannya sakit hati dan rendah diri. Jika tak tahan ia akan berlari menjauh mengasingkan diri. Menjadi pemuda pemudi yang jauh dari anugrah ilahi. Maka, belajarlah dengan teliti dan hati-hati. Jangan menjadi orang yang mudah gumunan dan kagetan. Bila sudah paham hayatilah dalam setiap perbuatan. Agar ditemukan dirimu yang sejati sebelum raga yang dibangga-banggakan itu menjadi mati.
•    Kinanthi
Semula berujud jabang bayi merah merekah, lalu berkembang menjadi anak yang selalu dikanthi-kanthi kinantenan orang tuannya sebagai anugrah dan berkah. Buah hati menjadi tumpuan dan harapan. Agar segala asa dan harapan tercipta, orang tua selalu membimbing dan mendampingi buah hati tercintanya. Buah hati bagaikan jembatan, yang dapat menyambung dan mempererat cinta kasih suami istri. Buah hati menjadi anugrah ilahi yang harus dijaga siang ratri. Dikanthi-kanthi (diarahkan dan dibimbing) agar menjadi manusia sejati. Yang selalu menjaga bumi pertiwi.
3. Kaitan Antar Pupuh
Dalam penulisan karya sastra pasti ada maksud tertentu dibalik penulisannya itu. Serat wedhatama yang ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV juga mempunyai maksud tertentu dibalik pemilihan tembang yang dipakai tersebut. Pemilihan tembang macapat yang oleh Mangkunegara IV sendiri dipilih mulai dari Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh, dan Kinanthi mengandung makna yang tersembunyi selain makna tembang macapat itu sendiri. Makna tembang macapat yang digunakan oleh MN IV sudah diuraikan diatas. Dalam pupuh pertama dipilih tembang pangkur. Pupuh pangkur tersebut bermakna sebagai prolog dan menceritakan cirri orang yang mempunyai sifat yang luhur dan orang yang mempunyai sifat yang bodoh lagi sombong. Pupuh yang kedua yaitu sinom, pupuh sinom dalam serat wedhatama mempunyai makna jika seseorang sudah mengetahui permasalahannya itu diharapkan dapat mencari ilmu dengan berguru pada orang yang lebih tahu akan ilmu tersebut. Selanjutnya dalam pupuh yang berkaitan, jika sudah mantab dengan ilmunya maka orang tersebut dapat mengamalkannya. Lalu pada pupuh selanjutnya diharapkan dapat mempelajari hakikat ilmu yang dimaksud dalam serat wedhatama tersebut.
Serat wedhatama yang di tulis oleh MN IV jika dikaitkan dengan ilmu tasawuf, maka akan mempunyai arti perjalanan mistik yang dimulai dari syari’at yaitu menjalankan ajaran- ajaran yang dilakukan secara tekun terus menerus. Apabila syari’at sudah terlaksana dengan baik maka akan berlanjut pada tingkat tarekat yaitu menjalankan apa yang sudah didapat dari tarekat. Selanjutnya pada tingkatan selanjutnya dapat mencapai hakikat yaitu memahami seluruhnya maksud dan makna dari apa yang didapat dari ilmu itu dan mengamalkannya dengan laku. Lalu pada tingkatan terakhir setelah semua tingkatan sebelumnya dapat dilakukan dengan baik maka akan mencapai tingkatan tertinggi tasawuf yaitu tingkatan ma’rifat. Tingkatan ma’rifat dalam ajaran jawa umumnya disebut dengan Manunggaling Kawula Gusti atau Pamoring Kawula Gusti yaitu bersatunya hamba dengan Tuhan melalui jiwa dan rasanya.
Apabila pupuh diatas dikaitkan dengan empat macam sembah atau yang biasanya disebut dengan “sembah catur” maka akan didapati yaitu sembah raga, cipta, jiwa dan rasa. Sembah raga dianggap sebagai akan memulai sebuah perjalanan. Sembah cipta jika dilakukan terus menerus akan menjadi ritual laku dengan mengendalikan hawa nafsu. Lalu sembah jiwa yaitu sembah yang dilakukan setiap saat dan merupakan perjalanan ritual terakhir dan yang tertinggi adalah sembah rasa yaitu akan mampu memahami hakikat dari kehidupan, tercapainya tanpa petunjuk, hanya dengan kesentausaan batin.
Serat wedhatama merupakan jenis serat piwulang yang ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV. Dalam serat wedhatama terdapat ajaran-ajaran (piwulang) yang luhur dari para leluhur orang Jawa. Dan apabila dilaksanakan maka akan mendapat ketenangan hati dan jiwa dan dapat memahami arti dari kehidupan menurut pandangan dari orang jawa.